Pencegahan Penyakit Jantung Koroner (Pjk)
Senin, 10 Desember 2018
Pencegahan Penyakit Jantung Koroner (PJK) |
Agar jantung tetap sehat dan bekerja dengan baik, dianjurkan kepada setiap orang untuk mengetahui cara pencegahan penyakit jantung koroner (PJK) yang telah menjadi penyebab tamat hidup utama di seluruh dunia.
Penyakit jantung koroner (PJK) yakni penyakit jantung yang disebabkan penyempitan arteri koroner, mulai dari terjadinya aterosklerosis (kekakuan arteri) maupun yang sudah terjadi penimbunan lemak atau plak (plague) pada dinding arteri koroner, baik disertai tanda-tanda klinis atau tanpa tanda-tanda sekalipun.
William Herderson yakni orang pertama yang menguraikan secara rinci mengenai tanda-tanda penyakit ini pada tahun 1768 sebagai berikut: “mereka yang terkena penyakit ini merasa tertekan (seized) ketika berjalan, lebih-lebih jikalau mendaki atau segera sesudah makan, oleh suatu sensasi yang bersifat nyeri dan tak terfokus, yang terjadi di dada dan tampak sanggup berakibat fatal (menghentikan hidupnya) jikalau berlangsung terus-menerus atau intensitasnya meningkat. Bila moment penyebabnya menghilang, semua kesulitan itu juga ikut menghilang”.
Gejala ini oleh Herderson dinamakan angina pektoris. lstilah angina pektoris dipakai secara universal hingga hari ini sebagai tanda-tanda khas PJK. Namun, sebetulnya PJK sudah diketahui oleh bangsa Mesir tahun lalu, sebagaimana yang ditemukan dalam kitab kedokteran Mesir kuno (Egyptians’ Papyrus) di mana sudah ada uraian wacana iskemia koroner yang berbunyi sebagai berikut: “Jikalau kau mengusut seseorang lantaran penyakit jantung dan ia ada merasa nyeri di tangan, dan di dada dan juga di dalam jantung...... hal ini mengambarkan hahwa tamat hidup sudah mengancam dia.” (dikutip dari Willerson & Teaff, Texas Heart Institute Journal 1996)
Pada awal masa ke-20, angka tamat hidup jawaban PJK meningkat tajam. Tetapi, lantaran kurangnya data-data penelitian berskala besar, penyebab penyakit ini pada ketika itu masih bersifat spekulatif.
Sampai pada pertengahan Abad ke-20, National Health Institute di Amerika melaksanakan sebuah studi di kota Framingham, Massachusetts, yang melibatkan 2.421 perempuan dan 1.980 pria yang ditinjaklanjuti selama 6 tahun. Ternyata kesudahannya menunjukkan bahwa hipertensi (darah tinggi), merokok, dan kadar kolesterol yang tinggi merupakan faktor utama penyebab PJK.
Hasil studi ini kemudian dimuat di Annals of Internal Medicine 1961, dan memperkenalkan konsep gres mengenai faktor risiko di dunia kedokteran. Dalam kaitannya dengan PJK, faktor risiko yakni faktor yang memacu timbulnya aterosklerosis.
Manusia yang hidup dalam zaman modern kini ini harus melaksanakan perubahan teladan hidup yang rawan terhadap terjadinya PJK. Menurut laporan American Heart Association, setiap tahun di USA ada sekitar 700.000 penderita harus masuk rumah sakit lantaran insiden koroner (coronary event). Empat puluh persen (40%) dari jumlah ini akan meninggal dunia.
Persentase ini sama besarannya di beberapa negara maju. Di Indonesia Budiarso dkk., (1989) melaporkan prevalensi PJK yakni 18,3/100,000 penduduk pada golongan usia 15-24, meningkat menjadi 174,6/100,000 penduduk pada golongan usia 45-54, dan meningkat tajam menjadi 461,9/100,000 penduduk pada usia > 55 tahun (dikutip dari Tesis dr. Putra Gunardhi).
Dengan demikian, penelitian di bidang PJK sangat gencar dilakukan. Faktor risiko untuk PJK yang semula tiga buah terus bertambah. Saat ini, usia, jenis kelamin, stres, penyakit kencing manis, kegemukan, kurang gerak, asam urat, kekurangan esterogen, peningkatan fibrinogen, peradangan, dan masih banyak yang lain sudah tercatat sebagai faktor risiko.
Gambaran faktor risiko ini sangat membantu untuk mengidentifikasi orang-orang yang perlu mendapat tindakan pencegahan, dan juga termasuk penatalaksanaan bagi mereka yang sudah menderita PJK.
Penyakit jantung koroner (PJK) yakni penyakit jantung yang disebabkan penyempitan arteri koroner, mulai dari terjadinya aterosklerosis (kekakuan arteri) maupun yang sudah terjadi penimbunan lemak atau plak (plague) pada dinding arteri koroner, baik disertai tanda-tanda klinis atau tanpa tanda-tanda sekalipun.
William Herderson yakni orang pertama yang menguraikan secara rinci mengenai tanda-tanda penyakit ini pada tahun 1768 sebagai berikut: “mereka yang terkena penyakit ini merasa tertekan (seized) ketika berjalan, lebih-lebih jikalau mendaki atau segera sesudah makan, oleh suatu sensasi yang bersifat nyeri dan tak terfokus, yang terjadi di dada dan tampak sanggup berakibat fatal (menghentikan hidupnya) jikalau berlangsung terus-menerus atau intensitasnya meningkat. Bila moment penyebabnya menghilang, semua kesulitan itu juga ikut menghilang”.
Gejala ini oleh Herderson dinamakan angina pektoris. lstilah angina pektoris dipakai secara universal hingga hari ini sebagai tanda-tanda khas PJK. Namun, sebetulnya PJK sudah diketahui oleh bangsa Mesir tahun lalu, sebagaimana yang ditemukan dalam kitab kedokteran Mesir kuno (Egyptians’ Papyrus) di mana sudah ada uraian wacana iskemia koroner yang berbunyi sebagai berikut: “Jikalau kau mengusut seseorang lantaran penyakit jantung dan ia ada merasa nyeri di tangan, dan di dada dan juga di dalam jantung...... hal ini mengambarkan hahwa tamat hidup sudah mengancam dia.” (dikutip dari Willerson & Teaff, Texas Heart Institute Journal 1996)
Pada awal masa ke-20, angka tamat hidup jawaban PJK meningkat tajam. Tetapi, lantaran kurangnya data-data penelitian berskala besar, penyebab penyakit ini pada ketika itu masih bersifat spekulatif.
Sampai pada pertengahan Abad ke-20, National Health Institute di Amerika melaksanakan sebuah studi di kota Framingham, Massachusetts, yang melibatkan 2.421 perempuan dan 1.980 pria yang ditinjaklanjuti selama 6 tahun. Ternyata kesudahannya menunjukkan bahwa hipertensi (darah tinggi), merokok, dan kadar kolesterol yang tinggi merupakan faktor utama penyebab PJK.
Hasil studi ini kemudian dimuat di Annals of Internal Medicine 1961, dan memperkenalkan konsep gres mengenai faktor risiko di dunia kedokteran. Dalam kaitannya dengan PJK, faktor risiko yakni faktor yang memacu timbulnya aterosklerosis.
Manusia yang hidup dalam zaman modern kini ini harus melaksanakan perubahan teladan hidup yang rawan terhadap terjadinya PJK. Menurut laporan American Heart Association, setiap tahun di USA ada sekitar 700.000 penderita harus masuk rumah sakit lantaran insiden koroner (coronary event). Empat puluh persen (40%) dari jumlah ini akan meninggal dunia.
Persentase ini sama besarannya di beberapa negara maju. Di Indonesia Budiarso dkk., (1989) melaporkan prevalensi PJK yakni 18,3/100,000 penduduk pada golongan usia 15-24, meningkat menjadi 174,6/100,000 penduduk pada golongan usia 45-54, dan meningkat tajam menjadi 461,9/100,000 penduduk pada usia > 55 tahun (dikutip dari Tesis dr. Putra Gunardhi).
Dengan demikian, penelitian di bidang PJK sangat gencar dilakukan. Faktor risiko untuk PJK yang semula tiga buah terus bertambah. Saat ini, usia, jenis kelamin, stres, penyakit kencing manis, kegemukan, kurang gerak, asam urat, kekurangan esterogen, peningkatan fibrinogen, peradangan, dan masih banyak yang lain sudah tercatat sebagai faktor risiko.
Gambaran faktor risiko ini sangat membantu untuk mengidentifikasi orang-orang yang perlu mendapat tindakan pencegahan, dan juga termasuk penatalaksanaan bagi mereka yang sudah menderita PJK.
Baca juga:
Pencegahan penyakit jantung koroner (PJK) sanggup dilakukan dengan menerapkan teladan hidup sehat, menjauhi makanan yang mempunyai kandungan kolestrol tinggi, berhenti merokok, kurangi stres, kurangi berat badan, dan berolahraga secara teratur.