Dampak Negatif Gaya Hidup Modern
Minggu, 16 Desember 2018
Dewasa ini teladan dan gaya hidup modern semakin menggejala di dalam masyarakat. Fenomena ini disambut baik sebagai wujud kemajuan pembangunan dan perkembangan teknologi. Namun, di sisi lain kecenderungan ini sanggup merugikan, lantaran sanggup meningkatkan keterjangkitan penyakit, ibarat pembuluh darah dan jantung.
Di Indonesia, pada tahun 1986 penyakit jantung dan pembuluh darah ini menduduki peringkat tiga, sehabis diare dan susukan napas. Namun seiring dengan perkembangan zaman. berdasarkan survei kesehatan rumah tangga. penyakit ini peringkatnya meningkat menjadi pembunuh nomor satu pada tahun 2001 dan 2006. Penyakit ini juga menduduki peringkat pertama di dunia sebagai pembunuh nomor wahid.
Modernisasi selalu meningkatkan teladan hidup. Kebiasaan makan berlebihan, terlalu banyak aktivitas, banyak merokok, dan kurang istirahat. Akibatnya, semenjak sepuluh tahun terakhir penyakit jantung dan pembuluh darah banyak menyerang, terutama penduduk usia di atas 40 tahun. Masalahnya, lantaran semakin bau tanah umur seseorang, pembuluh darahnya semakin kaku, sehingga semakin gampang diserang penyakit pembuluh darah.
Di aneka macam pecahan dunia, terutama pada masyarakat maju, penyakit pembuluh darah (cardiovascular) telah usang menjadi pembunuh nomor satu. Tidak tidak mungkin suatu ketika penyakit ini sanggup menyodok ke posisi pertama di Indonesia. Menurut data survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan tahun 1986 saja, angka kesakitan (morbiditas) penyakit ini menawarkan kenaikan dan urutan ke delapan menjadi urutan ketiga semenjak tahun 1981 hingga 1986.
Sementara itu, Soedarsono dan Cyrus H. Simanjuntak dalam sebuah seminar di Jakarta mengungkapkan bahwa penyakit yang paling menonjol pada golongan usia 55 tahun ke atas ialah penyakit jantung dan darah tinggi yang mencakup 15,7% dan seluruh penderita yang mengalami aneka macam gangguan penyakit.
Diungkapkan pula penyebab yang paling mencolok dan penyakit ini ialah teladan makan yang salah dan kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok di kalangan penduduk laki-laki jumlahnya 52,9%, sedangkan perempuan 3,6%. Bahkan, penelitian yang dilakukan di tujuh sekolah di Jakarta menawarkan bahwa anak laki-laki sudah merokok semenjak usia 10 tahun. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2004, kebiasaan merokok pada sampaumur usia 15-19 tahun telah meningkat sebanyak 2%, pada tahun 2001 dan 2003, menjadi 60%. Padahal, merokok merupakan faktor primer penyebab penyakit jantung danpembuluh darah.
Penelitian Dr. Suriadi Gunawan dan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan mengambarkan bahwa penyakit jantung khususnya penyakit jantung koroner, telah menjadi epidemi semenjak awal era ini. Puncaknya terjadi 15 tahun yang lalu. Menurut Dr. Suriadi. Amerika Serikat telah berupaya menurunkan risiko penyakit ini dengan memperbaiki teladan makan, tidur teratur, serta berolahraga. Karenanya, masyarakat Asia yang mulai maju perlu meragukan penyakit yang menjadi momok ini.
Di Indonesia sendiri, terutama di kota-kota besar ibarat Jakarta, stres merupakan faktor penyebab utama sehabis kebiasaan makan yang buruk. Penduduk yang tinggal di kota besar Iebih rentan terhadap penyakit jantung dan tekanan darah tinggi dibandingkan dengan penduduk desa. Contohnya. berdasarkan Prof. Dr. Boedi Darmojo dan Universitas Diponegoro, Semarang, penduduk Lembah Baliem, Irian Jaya mempunyai angka kesakitan penyakit jantung dan pembuluh darah yang sangat kecil. Hal ini disebabkan mereka sedikit makan lemak dan lebih banyak mengonsumsi ikan dan sayur.
Di Indonesia, pada tahun 1986 penyakit jantung dan pembuluh darah ini menduduki peringkat tiga, sehabis diare dan susukan napas. Namun seiring dengan perkembangan zaman. berdasarkan survei kesehatan rumah tangga. penyakit ini peringkatnya meningkat menjadi pembunuh nomor satu pada tahun 2001 dan 2006. Penyakit ini juga menduduki peringkat pertama di dunia sebagai pembunuh nomor wahid.
Modernisasi selalu meningkatkan teladan hidup. Kebiasaan makan berlebihan, terlalu banyak aktivitas, banyak merokok, dan kurang istirahat. Akibatnya, semenjak sepuluh tahun terakhir penyakit jantung dan pembuluh darah banyak menyerang, terutama penduduk usia di atas 40 tahun. Masalahnya, lantaran semakin bau tanah umur seseorang, pembuluh darahnya semakin kaku, sehingga semakin gampang diserang penyakit pembuluh darah.
Di aneka macam pecahan dunia, terutama pada masyarakat maju, penyakit pembuluh darah (cardiovascular) telah usang menjadi pembunuh nomor satu. Tidak tidak mungkin suatu ketika penyakit ini sanggup menyodok ke posisi pertama di Indonesia. Menurut data survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan tahun 1986 saja, angka kesakitan (morbiditas) penyakit ini menawarkan kenaikan dan urutan ke delapan menjadi urutan ketiga semenjak tahun 1981 hingga 1986.
Sementara itu, Soedarsono dan Cyrus H. Simanjuntak dalam sebuah seminar di Jakarta mengungkapkan bahwa penyakit yang paling menonjol pada golongan usia 55 tahun ke atas ialah penyakit jantung dan darah tinggi yang mencakup 15,7% dan seluruh penderita yang mengalami aneka macam gangguan penyakit.
Diungkapkan pula penyebab yang paling mencolok dan penyakit ini ialah teladan makan yang salah dan kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok di kalangan penduduk laki-laki jumlahnya 52,9%, sedangkan perempuan 3,6%. Bahkan, penelitian yang dilakukan di tujuh sekolah di Jakarta menawarkan bahwa anak laki-laki sudah merokok semenjak usia 10 tahun. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2004, kebiasaan merokok pada sampaumur usia 15-19 tahun telah meningkat sebanyak 2%, pada tahun 2001 dan 2003, menjadi 60%. Padahal, merokok merupakan faktor primer penyebab penyakit jantung danpembuluh darah.
Penelitian Dr. Suriadi Gunawan dan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan mengambarkan bahwa penyakit jantung khususnya penyakit jantung koroner, telah menjadi epidemi semenjak awal era ini. Puncaknya terjadi 15 tahun yang lalu. Menurut Dr. Suriadi. Amerika Serikat telah berupaya menurunkan risiko penyakit ini dengan memperbaiki teladan makan, tidur teratur, serta berolahraga. Karenanya, masyarakat Asia yang mulai maju perlu meragukan penyakit yang menjadi momok ini.
Di Indonesia sendiri, terutama di kota-kota besar ibarat Jakarta, stres merupakan faktor penyebab utama sehabis kebiasaan makan yang buruk. Penduduk yang tinggal di kota besar Iebih rentan terhadap penyakit jantung dan tekanan darah tinggi dibandingkan dengan penduduk desa. Contohnya. berdasarkan Prof. Dr. Boedi Darmojo dan Universitas Diponegoro, Semarang, penduduk Lembah Baliem, Irian Jaya mempunyai angka kesakitan penyakit jantung dan pembuluh darah yang sangat kecil. Hal ini disebabkan mereka sedikit makan lemak dan lebih banyak mengonsumsi ikan dan sayur.